Tanggal: 31 Agustus 2010
Gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin adalah seks yaitu lak-laki dan perempuan. Sedangkan gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh konstruksi sosial yang diberikan oleh orang tua kita sejak kita masih kecil. Gender juga dipengaruhi oleh budaya masyarakat tempat kita berada.
Contoh gender:
Laki-laki | Perempuan |
- Suka tantangan - Pelindung - Pemimpin - Bertanggungjawab | - Egois - Lembut - Harus dilindungi - Perasa |
Contoh seks: perbedaan secara fisik dan kodrati
Laki-laki | Perempuan |
- Jakun - Penis | - Vagina - Payudara - Rahim - Menstruasi - Memasak |
Padahal kenyataannya tidak seperti yang telah kita bedakan di atas, perempuan juga ada yang menyukai tantangan, bersifat pemimpin dan lain-lain sementara laki-laki pun ada juga yang pintar memasak.
Dari konstruksi sosial yang telah kita terima sejak kecil, jika perempuan yang rahimnya diangkat sehingga tidak memiliki rahim lagi maka perempuan itu dianggap sebagai “bukan perempuan sempurna”.
Penggambaran-penggambaran yang merendahkan perempuan disebabkan oleh factor-faktor internal maupun eksternal:
Faktor internal
1. Jumlah jurnalis perempuan yang sedikit sekali serta perspektif mereka yang tidak mendukung, secara tidak sadar ikut pula merendahkan perempuan sendiri karena lagi-lagi konstruksi sosial berperan penting.
2. Pemilik modal/media yang ingin mengambil untung sebanyak-banyaknya (laku dan dibaca banyak orang) sehingga mengeksploitasi perempuan (berkaitan dengan hal-hal fisik perempuan cantik). Hal ini disebabkan juga oleh kompetisi dan persaingan bebas.
Faktor eksternal
3. Pengiklan
Stereotip tentang perempuan cantik adalah perempuan yang berkulit putih, berambut lurus dan panjang, dan lain-lain. padahal perempuan yang berkulit hitampun juga cantik namun karena sudah tertanam di kepala advertiser sehingga membentuk pasar sedemikian rupa. Hal ini tentunya tidak adil bagi perempuan-perempuan berkulit hitam.
4. Market/pasar
Apakah pasar yang menentukan media massa atau media massa yang menentukan pasar?
Pada kenyataannya pemilik media, jurnalis dan pengiklanlah yang membentuk pasar sehingga menciptakan suatu konstruksi sosial yang baru dalam masyarakat.
Factor-faktor diatas dipengaruhi oleh suatu budaya yang dikenal sebagai budaya patriarki. Budaya patriarki adalah budaya yang mengunggulkan laki-laki (ayah), menyebutkan bahwa semua sifat yang hebat dilihat ke ayahnya. Pada akhirnya tercermin pada turunan sikap dan perilaku. Budaya ini mempengaruhi kebudayaan nasional baik di Indonesia maupun di kebudayaan luar negeri. Contoh: marga berasal dari nama ayah
Budaya ini tertanam kuat pada Jurnalis, pemilik media dan pengiklan sehingga tercermin di media massa.
Penggambaran seks dan pornografi oleh media
Pornografi adalah suatu gambar/kata/ilustrasi yang membangkitkan “sexual desire”. Gambar/kata/ilustrasi disini yang dimaksudkan adalah yang menggambarkan hubungan seksual “sexual intercourse”
Pornografi masih diperdebatkan karena pendefinisiannya yang masih belum jelas serta batasan-batasannya.
Erotisme lebih dekat dengan seni seperti tari-tarian.
Penentangan terhadap UU Pornografi di media massa oleh para aktivis dikarenakan
- Isinya yang bisa membahayakan/merugikan perempuan dan adat budaya
- Definisi pornografi sendiri yang masih belum jelas.
Refleksi penulis:
Perempuan seringkali dirugikan lewat iklan media. Media yang mengeksploitasi perempuan dalam beriklan beranggapan bahwa perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki kulit putih, langsing, berambut panjang dan lurus. Sementara bagi perempuan-perempuan yang tidak memiliki criteria cantik menurut media akan merasa rendah diri dan tidak merasa cantik. Hal ini tentunya tidak adil. Stereotip-stereotip perempuan cantik sudah tertanam di media dan akhirnya membentuk pandangan public mengenai definisi cantik itu yang seperti apa. Padahal kenyaatannya masih banyak perempuan-perempuan berkulit hitam, berambut keriting yang tidak kalah cantiknya. Disinilah peran media dalam membentuk konstruksi social yang mempengaruhi pandangan masyarakat.
Selain itu pemberitaan-pemberitaan yang dimuat di media tidak terlepas dari anggapan-anggapan mengenai perbedaan gender laki-laki dan perempuan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada wanita karir tidak terlepas dari hal-hal rumah tangga sementara bagi laki-laki tidak akan ditanyakan bagaimana dia mengatur waktu antara pekerjaan dengan keluarga. Pertanyaan-pertanyaan mendasar ini tanpa disadari merupakan perendahan terhadap kaum perempuan dan ironisnya jurnalis perempuan sendiri tanpa sadar akan bertanya seperti itu apalagi jumlah jurnalis perempuan di Indonesia masih sedikit.
Menurut pendapat saya tentang masalah pornografi di Indonesia sendiri masih belum ada aturan yang jelas. Kita tentunya tahu jika anak-anak dilarang untuk tidak melakukan sesuatu, maka keingintahuan terhadap sesuatu itu akan semakin besar. Anak-anak dilarang menonton pornografi sehingga dampaknya mereka sembunyi-sembunyi menonton tanpa sepengetahuan orang tuanya. Yang paling parah keingintahuan mereka akhirnya mereka coba salurkan sehingga terjadilah seks bebas atau seks di luar nikah. Sementara di Negara-negara barat, ada peraturan-peraturan yang jelas tentang batas usia diperbolehkan menonton pornografi. Sehingga keingintahuan mereka dapat tersalurkan. Hal itu sendiri tidak lepas dari peranan orang tua dalam membimbing dan menjelaskan masalah pornografi kepada anak-anaknya.
oleh:
Yoretta Yang Wahyudi
0 komentar:
Posting Komentar